Berkata Kotor di WA Grup, Oknum Kades Dipolisikan Warganya

oleh -422 views
sapar
Saparudin saat melapor di SPKT Polres Lombok Tengah

LOMBOKSATU.com –  Oknum Kepala Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur, Purnama dilaporkan ke Polres Lombok Tengah oleh salah seorang warganya atas nama Saparudin. Laporan itu dilayangkan Senin (06/02/2023).

Saparudin menjelaskan, persoalan berawal dari diskusi di grup WhatsApp “Diskusi Sukaraja Cerdas”, Minggu malam. Saat itu Saparudin mempertanyakan kelayakan pal atau patok tanah  program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Desa Sukaraja.

Di grup WhatsApp (WA), pria yang berprofesi sebagai wartawan tersebut mempertanyakan alasan Pemdes Sukaraja memberikan pal bekas kepada warga atau pemohon PTSL, sementara warga sudah membayar Rp 350 ribu sebelum pemberkasan PTSL.

Menurut Saparudin, dana seharusnya dipungut setelah sertifikat jadi, bukan dipungut sebelum pemberkasan. Ia khawatir nantinya ada warga yang tidak lolos, semetara uang sudah disetor ke panitia PTSL.

Kepala Desa Sukaraja kemudian menanggapi pertanyaan tersebut dengan mengatakan pemberian pal bekas tidak ada persoalan. Bahkan menurutnya, pal bekas justru lebih kuat dibanding yang baru.

Sayangnya, Saparudin belum puas dengan penjelasan yang disampaikan tersebut, sehingga perdebatan keduanya pun terus berlanjut.

Kades Sukaraja yang emosi, kemudian mengeluarkan kata kata kotor dengan sebutan “tain basong” (tahi anjing) yang diduga ditujukan kepada yang Saparudin. Tidak terima disebut “tain basong”, Saparudin balik mengumpat Kades dengan mengucapkan kalimat “tain poe”.

Tidak berhenti disitu, setelah berdebat di grup WhatsApp, oknum Kades Sukaraja diduga menelpon Saparudin  dan kembali melontarkan kata-kata kotor bahkan ancaman.

“Saya juga ditelpon oleh Kades.Tidak hanya berkata kotor, saya juga ditantang adu fisik,” kata Saparudin.

Setelah berkonsultasi dengan beberapa pihak dan mendapat izin dari keluarganya, Saparudin memutuskan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum.

Pantauan wartawan, Saparudin mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Lombok Tengah pukul 11.45 seorang diri. Untuk melengkapi laporan, pihaknya menyerahkan print out percakapan di grup WhatsApp dan beberapa bukti lainnya.

Saparudin menjelaskan, laporan polisi ini tidak semata mata untuk memenjarakan oknum Kades Sukaraja. Lebih dari itu, pihaknya ingin langkah hukum ini bisa memberikan efek jera, khususnya pejabat publik agar lebih bijak dalam menyikapi kritikan dan cerdas menggunakan media sosial.

Menurutnya, sebagai tokoh  panutan di desa, Kades Sukaraja seharusnya bisa memberikan contoh yang baik bagi warganya  tentang etika dalam berkomunikasi.

Sayangnya, Kades Sukaraja justru mempertontonkan arogansinya dengan mengeluarkan kalimat kotor. “Kalimat semacam ini haram diucapkan  apalagi di ruang publik,” ucapnya. Ia berharap penyidik Polres segera menindaklanjuti laporannya.

Sementara itu Kades Sukaraja, Purnama yang dikonfmasi di Praya, Senin (06/02/2023)  beralasan  bahwa perkataan kotornya di grup WhatsApp tersebut bukan ditujukan kepada pribadi yang bersangkutan, melainkan lebih pada pendapatnya yang dianggap  tidak benar dan cenderung provokatif.

Ia menjelaskan, jika dirinya dianggap melanggar Undang-undang ITE, Saparudin juga sama salahnya karena  pernah melontarkan kalimat kotor kepada dirinya.

Namun sebagai  orang tua di desa, pihaknya mengaku tidak mau mempersoalkan karena  hanya aka memperkeruh keadaan, apalagi keluhan seputar  PTSL yang dipersoalkan tersebut,  sama sekali tidak mendasar.

Ia menjelaskan, biaya PTSL yang dibebankan ke warga sebesar Rp 350 ribu sudah sesuai aturan, yakni berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri.

Sementara penarikan biaya dilakukan lebih awal tidak lain untuk membiayai pelaksanaan  program, mengingat banyak kebutuhan yang harus dibiayai, sementara di satu sisi keuangan desa masih nihil. Sehingga satu satunya solusi adalah dengan menarik biaya lebih awal.

Hanya saja, jika dalam perjalanannya nanti ada pemohon yang dinyatakan tidak lolos, maka dana yang telah dikeluarkan akan dikembalikan utuh oleh panitia PTSL.

Begitu juga dengan penggunaan pal bekas, itu bagi yang mau. Sedangkan yang tidak mau memakai pal lama, tidak dipaksa dan akan akan dibuatkan yang baru. Secara pribadi pihaknya mengaku sangat menyayangkan laporan polisi tersebut, karena terkesan  terlalu terburu-buru.

Jika ada perkataan atau tindakannya yang dianggap kurang pas, Saparudin seharusnya tebayun terlebih dahulu. Dan sebagai orang tua, pihaknya mengaku tidak gengsi atau keberatan meminta maaf jika memang ada kesalahan.  Sayangnya, kata Purnama, Saparudin justru membuat persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan musyawarah menjadi rumit.

Sebagai kepala desa, pihaknya mengaku tidak takut dilaporkan ke polisi. Justru ia khawatirkan rusaknya keharmonisan dan keakraban bermasyarakat akibat adanya persoalan hukum ini.

Pihaknya pun mengaku siap menanggung resiko hukum yang akan timbul akibat laporan tersebut. Namun pihaknya akan berupaya menyelesaikan persoalan ini secara baik-baik, mengingat ia dan pelapor sebenarnya memiliki hubungan kekeluargaan.

“Saparudin ini keponakan saya dan satu kampung. Nanti saya coba komunikasi, mudahan ada jalan keluar,” harapnya.

Sementara itu sampai berita ini diterbitkan belum ada tanggapan apapun  dari Polres Lombok Tengah. (Dar)

No More Posts Available.

No more pages to load.