Dugaan Keterlibatan Dewas dan Pihak Lain Dalam Kasus BLUD (Bagian 4)

oleh -1.042 views
Sebagian dokumen dengan latar RSUD Praya (foto: Darwis)
Sebagian dokumen dengan latar RSUD Praya (foto: Darwis)

Diduga Makan Gaji Buta, Haruskah Dewas dan Kepala Daerah Dipenjara?

Direktur Utama (Dirut) RSUD Praya harus meringkuk di sel tahanan Rutan Kelas II Praya lantaran diduga terlibat kasus korupsi BLUD. Lalu bagaimana dengan Dewas maupun kepala daerah, akankan mereka juga harus ikut diseret ke penjara atau justru dibiarkan lolos begitu saja?

DARWISLombok Tengah

Pimpinan maupun Dewan Pengawas (Dewas) BLUD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya telah diberikan gaji yang memadai. Dengan gaji yang cukup besar, para pengelola BLUD dituntut menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik mungkin.

Namun sayangnya, pengelolaannya didera kasus yang sedang diproses Kejari dan juga menyeret sejumlah pihak selain direktur. Pengelolaan BLUD telah diatur dengan sangat jelas melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri(Permendagri) Nomor 79 tahun 2018.

Di dalamnya memuat tentang berbagai hal. Mulai dari tugas, kewenangan, sampai hak-hak pengelola maupun para pihak yang terlibat didalamnya telah diatur sedemikian rupa, termasuk hak Dewas.

Pada pasal 21 disebutkan, segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas ketua dewan pengawas dan sekretaris dibebankan pada BLUD dan dimuat dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA).

Besaran honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut: (a) Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% dari gaji Pemimpin BLUD; (b) Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% dari gaji Pemimpin BLUD; (c) Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% dari gaji Pemimpin BLUD. Besaran gaji yang diberikan tersebut ditetapkan melalui RBA.

Data yang berhasil dihimpun wartawan, untuk BLUD Lombok Tengah, besaran gaji yang diterima ketua sampai dengan anggota Dewan Pengawas berkisar mulai Rp 750.000 sampai dengan 2.000.000 per bulan.

Jumlah tersebut belum ditambah bahan bakar minyak (BBM) ratusan liter untuk setiap bulannya. Gaji dan fasilitas yang diterima sebanding dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan.

Dalam Permendagri Nomor 79 tahun 2018 pada pasal 18 dijelaskan, Dewan Pengawas memiliki tugas. Di antaranya, memantau perkembangan kegiatan BLUD, menilai kinerja keuangan maupun kinerja non keuangan BLUD dan memberikan rekomendasi atas hasil penilaian untuk ditindaklanjuti oleh Pejabat Pengelola BLUD.

Dewan pengawas juga bertugas memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja dari hasil laporan audit pemeriksa eksternal pemerintah, serta memberikan nasehat kepada Pejabat Pengelola dalam rnelaksanakan tugas dan kewajibannya.

Tidak itu saja, dewan pengawas juga harus rnemberikan pendapat dan saran kepada kepala daerah mengenai Rencana Bisnis Anggaran (RBA) yang diusulkan oleh Pejabat Pengelola, permasalahan yang menjadi kendala dalam pengelolaan BLUD dan kinerja BLUD.

Penilaian kinerja keuangan sebagaimana dimaksud diukur paling sedikit meliputi:
perolehan hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan (rentabilitas), memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Likuiditas), memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas) dan kemampuan penerirnaan dari jasa layanan untuk membiayai pengeluaran.

Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat kepala daerah secara berkala paling sedikit 1 kali dalam satu tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

Pertanyaanya, apakah semua tugas dan tanggungjawab yang diberikan tersebut telah dijalankan dengan baik? Jika semua fungsi dan kewenangan sudah dijalankan, tata kelola BLUD kemungkinan tidak akan separah ini. Langkir Cs pun tidak akan meringkuk di sel tahanan.

Sebagian kalangan berpandangan, suatu hal mustahil seorang Langkir berani menentang perintah atasan jika memang sebelumnya sudah diberikan koreksi atau teguran keras tetkait kebijakannya dalam mengelola BLUD.

Dengan demikian, kuat dugaan, telah terjadi pembiaran bahkan sengaja mengarahkan agar dana-dana BLUD tidak dikelola dengan baik untuk kepentingan oknum tertentu.

Pertanyaan besarnya, jika memang Langkir Cs dipenjara lantaran salah dalam mengelola BLUD, bagaimana dengan mereka yang selama ini bertugas mengawasi setiap langkah Langkir. Dan seperti apa tanggung jawab mereka terhadap gaji dari uang negara yang mereka terima selama ini?

Penasihat Hukum dr. Muzakir Langkir, Lalu Anton mengungkapkan, dari pengakuan kliennya, sebagian besar tugas yang diberikan kepada dewan pengawas maupun kepala daerah saat itu, tidak pernah dijalankan. Jangankan memberikan koreksi, berkunjung ke RSUD Praya saja, sangat jarang. Sehingga menurutnya selama ini dewan pengawas telah makan gaji buta.

Mantan Bupati Lombok Tengah HM. Suhaili FT yang dimintai tanggapannya enggan memberikan respon. Ia mengarahkan wartawan untuk menanyakan hal tersebut ke pihak lain. Begitu juga mantan Ketua Dewan Pengawas BLUD, HM. Nursiah memilih irit bicara.

Kasus seperti ini sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia. Beberapa tahun lalu, salah seorang guru Sekolah Dasar (SD) di Kota Palangkaraya bernama Bijuri harus berurusan dengan hukum lantaran diduga makan gaji buta. Bijuri terbukti tidak pernah mengajar dalam waktu yang lama, sementara gaji dan tunjangan rutin ia terima.

Oleh jaksa, perbuatan Bijuri tersebut dianggap korupsi dan divonis 1 tahun 9 bulan penjara. Bijuri juga diminta mengembalikan gaji sebesar Rp 200 juta lebih ke negara subsider 1 tahun penjara.

Lalu bagaimana dengan Dewan Pengawas BLUD RSUD Praya dan Bupati Lombok Tengah saat itu? Haruskah Kejari Praya berani mengambil tindakan sebagaimana yang dilakukan Kejari Palangkaraya, atau justru membiarkannya menjadi catatan buruk bagi penegakan hukum di daerah ini.

Semoga saja logo timbangan yang selama ini dibanggakan masyarakat tetap dalam posisi sejajar, tidak justeru miring ke kiri ataupun ke kanan. (Bersambung)

No More Posts Available.

No more pages to load.