Penulis: Guru Baok
Pemerintahan baru akan segera hadir di Lombok Timur, yakni hadirnya Bupati dan Wakil Bupati terpilih, Haerul Warisin dan Edwin Hadiwijaya yang memenangkan Pilkada serentak pada November 2024 lalu. Pasangan yang akrab disapa “Iron-Edwin” ini diharapkan mampu membawa angin segar bagi pembangunan di Lombok Timur. Namun, di balik antusiasme masyarakat menyambut kepemimpinan baru, berbagai tantangan dan masalah kompleks telah menanti untuk segera diatasi.
Seiring akan hadirnya pemimpin baru, muncul harapan besar masyarakat Lombok Timur untuk bisa melakukan perubahan kebijakan dan perbaikan tata kelola pemerintahan agar kehidupan rakyat bisa lebih sejahtera, aman, dan tentram. Diketahui, Lombok Timur saat ini banyak ragam masalah sebagai warisan kekuasaan sebelumnya maupun ragam soal sebagai imbas kebijakan pemerintah pusat yang perlu dituntaskan pemimpin baru.
Masyarakat berharap pasangan “Iron-Edwin” mampu menjadi kapten yang handal dalam mengemudikan kapal Lombok Timur menuju pelabuhan sejahtera. Kapal tidak hanya membutuhkan kecepatan untuk mencapai tujuan, tetapi keseimbangan agar tidak terombang-ambing oleh gelombang masalah yang mengancam. Berikut ini catatan penulis mengenai ragam masalah yang harus mendapatkan atensi dan penyelesaian:
Masalah Hutang Jatuh Tempo
Hutang jatuh tempo (Hujat) yang merupakan warisan penguasa sebelumnya dengan jumlah sekitar ratusan milyar di tengah program efisiensi anggaran yang sudah dicanangkan secara nasional oleh pemerintah pusat. Hujat ini tentu harus diselesaikan di tahun pertama pemerintahan agar tidak menambah di tahun berikutnya. Penyelesaian Hujat bukan sekdara soal teknis keuangan, tetapi kepercayaan dan legitimasi. Masyarakat Lombok Timur menaruh harapan besar pada Iron-Edwin untuk membawa perubahan, termasuk dalam hal tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabe.
Masalah Ribuan Honorer
Tenaga honorer di Lombok Timur mencapai belasan ribu tenaga honorer yang tidak tuntas diselesaikan melalui pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Saat ini tercatat 9.276 orang tenaga honorer yang harus dituntaskan pengangkatannya menjadi PPPK Paruh Waktu yang gajinya harus dari APBD sesuai perintah pemerintah pusat.
Diketahui, sekitar Rp 80 milyar dana APBD yang harus tersedot untuk membayarkan 9.276 orang PPPK Paruh Waktu ini yang tentu menjadi beban berat kedua yang harus dipikirkan bupati wakil bupati baru. Ini belum termasuk tenaga honorer yang tidak masuk sistem yang jumlahnya cukup besar.
Persoalan ini imbas dari kebijakan rezim sebelumnya yang mengangkat tenaga honorer tanpa analisis jabatan (Anjab) dan analisis beban kerja (ABK) di masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) sehingga terkesan ada motif lain dari proses pengangkatan puluhan ribu tenaga honorer selama 5 tahun terakhir yang saat ini menjadi beban warisan penguasa baru.
Masalah BUMD Kurang Sehat
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Lombok Timur sejatinya harapan besar bagi kemajuan daerah. BUMD diproyeksikan sebagai pilar penopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sekaligus solusi untuk mengatasi masalah pengangguran yang kian meningkat. Namun, realitanya, BUMD justru berubah menjadi beban akibat tata kelola yang tidak sehat. Alih-alih menjadi mesin pendapatan, beberapa BUMD malah menambah beban keuangan daerah, dan masalah ini terus diwariskan dari satu kepemimpinan ke kepemimpinan baru. Iron-Edwin, sebagai pemimpin baru dihadapkan pada tantangan besar untuk menghidupkan kembali BUMD agar dapat berperan optimal dalam mendukung APBD dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Lombok Timur.
Teori good corporate governance menyebutkan, tata kelola yang baik adalah kunci utama keberhasilan sebuah badan usaha. BUMD di Lombok Timur selama ini tampaknya terjebak dalam praktik manajemen yang tidak profesional, kurang transparan, dan minim akuntabilitas. Akibatnya, alih-alih menghasilkan keuntungan, BUMD justru menjadi liabilitas yang menyedot anggaran daerah untuk menutupi kerugian. Menjelang pelantikan bupati/wakil bupati telah diangkat direksi baru untuk melakukan tata kelola dengan harpan lebih sehat.
Masalah Pupuk
Pemerintah Lombok Timur masih saja dihadapkan pada tantangan serius terkait distribusi pupuk subsidi. Kebijakan pemerintah pusat yang bertujuan mulia untuk menyediakan pupuk subsidi dengan harga murah dan stok yang mencukupi ternyata masih menyisakan masalah di lapangan. Petani di Lombok Timur masih kesulitan mendapatkan pupuk, dan harga pupuk seringkali tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan. Masalah ini tidak hanya menghambat produktivitas pertanian, tetapi juga menggerus kepercayaan petani terhadap program pemerintah.
Iron-Edwin harus hadir dengan aksi nyata untuk memastikan distribusi pupuk subsidi tepat sasaran, harga sesuai HET, dan pengawasan yang ketat agar kebijakan ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh petani. Diketahui, keberhasilan suatu kebijakan tidak hanya bergantung pada desainnya, tetapi implementasi di lapangan. Distribusi pupuk subsidi yang tidak merata dan maraknya praktik penjualan di atas HET menunjukkan sistem distribusi dan pengawasan lemah. Karena itu, Iron-Edwin perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk menutup celah ini, dimulai dengan memperkuat koordinasi antara pemerintah daerah, distributor, dan petani.
Masalah Petani Tembakau
Beberapa tahun terakhir ini harga tembakau relatif stabil yang secara langsung telah dapat mensejahterakan para petani dan tentu membawa dampak yang luas bagi perekonomian Lombok Timur. Ini jadi beban penting juga bagi pimpinan daerah agar persoalan harga ini dapat terkawal terus agar stabil tentu dengan keberpihakan yang nyata dengan aktif melakukan koordinasi, kontrol agar pengusaha dan perusahaan tembakau tidak bisa memainkan harga secara sepihak yang bisa merugikan petani. Termasuk pimpinan daerah harus mampu menjamin stabilitas harga pada hasil pertanian, peternakan dan periknan di Lombok Timur terlebih sebentar lagi akan memasuki masa panen padi dan lainnya termasuk akan memasuki bulan puasa yang selalu dihadapkan dengan persoalan kelangkaan bahan pangan dan lonjakan harga. Hal ini menuntut pimpinan daerah memeliki langkah-langkah antisipasi agar bisa mengurangi beban rakyat.
Masalah Pengaturan Pejabat Birokrasi
Pimpinan Iron-Edwin saat ini menghadapi tantangan dalam mengelola jabatan birokrasi yang harus mengikuti prinsip merit system. Sistem ini mengharuskan setiap tahapan pengisian jabatan dilakukan melalui prosedur yang baku, berbasis kompetensi, dan transparan. Meskipun bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang profesional dan akuntabel, aturan ini juga dapat menjadi kendala bagi pimpinan baru dalam menyusun formasi pejabat yang sesuai dengan kebutuhan strategisnya untuk merealisasikan visi dan misi yang telah dijanjikan.
Dalam konteks kepemimpinan baru, sering kali terdapat kebutuhan untuk melakukan penyesuaian struktur birokrasi agar lebih efektif dalam mendukung kebijakan yang diusung. Namun, merit system yang ketat dapat membatasi fleksibilitas dalam melakukan pengisian jabatan. Oleh karena itu, koordinasi yang kuat dengan berbagai pihak, termasuk lembaga pengawas dan instansi terkait, menjadi kunci utama agar sistem yang ada tidak menjadi hambatan dalam mencapai kinerja optimal.
Masalah Efek Politik
Harus diakui bahwa efek sosial politik dari pilkada telah memunculkan polarisasi atau sekat baik ditengah masyarakat maupun dikalangan birokrasi. Bahwa ketercapaian program daerah harus didukung semua komponen masyarakat terlebih birokrasi daerah adalah suatu keharusan, karena itu pimpinan daerah harus melakukan upaya rekonsiliasi dan pendekatan serta menerapkan kebijakan yang sifatnya merangkul dan lebih berorientasi pada kinerja, serta membangun silaturrahmi yang kuat dengan semua pihak.
Sebagai pemimpin, upaya rekonsiliasi harus dilakukan melalui pendekatan yang merangkul semua pihak serta kebijakan yang lebih berorientasi pada kinerja daripada afiliasi politik. Membangun komunikasi yang baik, menciptakan ruang dialog terbuka, serta memperkuat silaturahmi dengan berbagai kelompok kepentingan menjadi langkah kunci untuk mengembalikan harmonisasi di lingkungan pemerintahan maupun masyarakat. Dengan demikian, birokrasi dapat berfungsi secara profesional dan independen, sementara masyarakat merasa menjadi bagian dari proses pembangunan, sehingga tercipta sinergi yang kuat dalam mewujudkan visi daerah ke arah yang lebih baik.
Masalah Tim Sukses
Salah satu penyebab munculnya ragam soal dalam tatakelola BUMD dan pemerintahan sebelumnya adalah besarnya akses dan tekanan dari timses sehingga mampu mempengaruhi normalisasi sistem yang ada karena itu pimpinan baru ini tentu harus memiliki sistem pengaturan dan pengendalian yang terukur dan punya batasan yang tegas agar program yang ada bisa berjalan dengan baik tanpa banyak direcoki oleh kepentingan politik yang ada.
Menghadapi situasi tersebut, pimpinan baru harus menerapkan sistem pengaturan dan pengendalian yang terukur. Transparansi dalam kebijakan, penerapan standar meritokrasi, serta penguatan sistem pengawasan menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa program daerah berjalan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik. Dengan adanya kebijakan yang lebih profesional dan berorientasi pada kinerja, pemerintahan dapat lebih fokus dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat tanpa terganggu oleh kepentingan politik yang dapat menghambat efektivitas pembangunan daerah.
Masalah Pemangkasan Anggaran
Pemerintah pusat telah mengeluarkan instruksi agar tahun 2025 ini semua kementerian lembaga dan juga pemda melakukan efisiensi anggaran termasuk ada 80 milyar lebih anggaran daerah yang berasal dari pusat harus terpangkas. Ini tentu tantangan berat ditengah hutang jatuh tempo yang ratusan milyar yang harus diselesaikan. Pimpinan baru tentu harus punya perencanaan yang matang dan komprehensif agar program pengurangan angggaran ini tidak membawa dampak luas bagi tumbuh dan berkembangnya ekonomi rakyat. Termasuk pemerintah kabupaten harus memiliki kontribusi yang jelas terkait program Makan Bergizi Gratis di Lombok Timur sebagaimana amanat pemerintah pusat yang menuntut keberpihakan dan dukungan anggaran yang bagi suksesnya program tersebut. Tentu ini jadi beban yang juga harus mendapatkan pemikiran untuk bentuk support yang harus disiapkan kedepan.
Masalah IPM
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Lombok Timur yang masih berada di peringkat bawah menunjukkan perlunya langkah konkret dan strategis untuk mendorong perbaikannya. IPM yang mencerminkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan standar hidup masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pembangunan daerah. Tanpa upaya yang serius dan terarah, kesenjangan dalam kualitas layanan publik akan terus berlanjut, menghambat kemajuan daerah secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan intervensi kebijakan yang lebih berorientasi pada pemerataan akses pendidikan serta peningkatan layanan kesehatan yang berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah daerah harus mengambil peran aktif dalam mengoptimalkan program-program peningkatan kualitas pendidikan, seperti peningkatan sarana dan prasarana sekolah, pelatihan guru, serta memastikan anak-anak di daerah terpencil mendapatkan akses pendidikan yang layak. Di sektor kesehatan, peningkatan fasilitas layanan, distribusi tenaga medis yang merata, serta program pencegahan dan pengobatan bagi masyarakat harus menjadi fokus utama. Selain itu, penguatan sektor ekonomi dan infrastruktur juga perlu dilakukan sebagai penopang daya saing daerah. Dengan langkah-langkah nyata dan terukur, IPM Lombok Timur dapat mengalami peningkatan yang signifikan, membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Masalah Janji Politik
Realisasi janji politik, khususnya terkait bantuan UMKM dan bantuan pangan menjelang bulan Ramadan menjadi persoalan bagi Iron-Edwin. Sementara pelantikan dijadwalkan pada minggu ketiga Februari 2025 dan pengaturan birokrasi belum sepenuhnya dimulai, tantangan terbesar memastikan program ini berjalan tepat waktu dan tepat sasaran. Keberhasilan realisasi program sangat bergantung pada kesiapan OPD terkait yang bertanggung jawab atas pelaksanaan di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang cepat dan efektif agar program ini dapat segera dieksekusi tanpa terhambat oleh transisi pemerintahan yang sedang berlangsung. Selain itu, sinergi dengan berbagai pihak, termasuk mitra strategis dan kelompok masyarakat, perlu diperkuat agar distribusi bantuan dapat berjalan lancar.
Masalah Pengangguran
Pemerintah pusat telah menetapkan larangan tegas terhadap pengangkatan tenaga honorer baru di seluruh instansi pemerintah, termasuk di tingkat kabupaten dan kota. Sementara itu, Lombok Timur menghadapi tantangan besar dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja, khususnya dari kalangan terdidik, di mana setiap tahun puluhan ribu sarjana dari berbagai disiplin ilmu memasuki pasar kerja. Kondisi ini menuntut perhatian serius dari pimpinan daerah, yang memiliki tanggung jawab moral untuk menyiapkan lapangan pekerjaan guna mengurangi tingkat pengangguran di wilayahnya.
Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan berbagai terobosan strategis, termasuk upaya memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal baik di dalam maupun di luar daerah, bahkan hingga ke luar negeri. Selain itu, program-program inovatif dalam pengurangan pengangguran harus terus dikembangkan, seperti pelatihan keterampilan berbasis industri, pemberdayaan wirausaha muda, serta kerja sama dengan sektor swasta dan dunia usaha. Dengan langkah-langkah yang tepat dan kebijakan yang berorientasi pada peningkatan daya saing tenaga kerja, Lombok Timur dapat mengoptimalkan potensi sumber daya manusianya serta menciptakan ekosistem kerja yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
#Artikel ini ditulis oleh masyarakat pemerhati yang saat ini tinggal di Desa Rensing Kecamatan Sakra Barat – Lombok Timur.