Dugaan Keterlibatan Dewas dan Pihak Lain Dalam Kasus BLUD (Bagian 8)

oleh -2.503 views
Foto ilustrasi (dok/Darwis)
Foto ilustrasi (dok/Darwis)

Jerat Hukum Atasan Dalam Kasus BLUD Praya ?

Sudah terlalu banyak kasus korupsi yang menimpa Aparat Sipil Negara (ASN) pada level teknis di bawah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara pejabat di atasnya lenggang kangkung tidak tersentuh oleh hukum dan atau mungkinkah sengaja dilindungi sehingga tidak tersentuh?

Oleh: DARWISLombok Tengah

Publik telah mengetahui Kejaksaan Negeri Praya telah menetapkan 3 (tiga) tersangka dugaan tindak pidana korupsi BLUD RSUD Praya. Namun pejabat di atasnya dan pihak terkait lainnya kapankah ada titik terangnya atau memang tidak akan pernah tersentuh?

Padahal diketahui bersama bahwa sejak tahun 2016, pengadaan barang/ jasa di beberapa Puskesmas dan RSUD Praya selalu merujuk pada Peraturan Bupati nomor: 53 Tahun 2016 tentang cara pengadaan barang/ jasa BLUD Kabupaten Lombok Tengah.

Pada penyusunan Peraturan Bupati nomor: 53 Tahun 2016 itu mengacu pada Peraturan Presiden nomor: 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang/ jasa pemerintah.

Sementara pada tanggal: 22 Maret 2018 Peraturan Presiden nomor: 16 tahun 2018 diundangkan sebagai perubahan atas Peraturan Presiden nomor: 4 tahun 2015.

Pertanyaannya, apakah Peraturan Bupati nomor: 53 Tahun 2016 tentang cara pengadaan barang/ jasa BLUD pada RSUD Praya masih bisa dipakai sebagai payung hukum untuk pengadaan barang/ jasa BLUD pada RSUD maupun di beberapa puskesmas yang menerapkan pola BLUD ?

Apakah Peraturan Bupati nomor: 53 Tahun 2016 tentang cara pengadaan barang/ jasa BLUD pada RSUD Praya dari tahun 2018 – 2022 masih berlaku sebagai payung hukum untuk pengadaan barang/ jasa BLUD pada RSUD maupun di beberapa puskesmas yang menerapkan pola BLUD?

“Ketika Peraturan Presiden nomor: 4 tahun 2015 sebagai rujukan yuridis Perbub no: 53 tahun 2016 dinyatakan sudah tidak berlaku lagi, maka sesungguhnya Perbub tersebut sudah cacat administrasi,” tegas Sahirudin sekalu pelapor kasus tersebut.

Ia mengajak berpikir yang jernih dan ilmiah tanpa ada kepentingan pribadi, golongan, kelompok atau yang lainnya. Agar bisa memberi potret/ kesan obyektif cara kerja aparat hukum.

Menurutnya, semenjak diundangkannya Peraturan Presiden nomor: 16 tahun 2018 pada tanggal : 22 Maret 2018 oleh pemerintah, maka ada kekosongan regulasi tentang pelaksanaan pengadaan barang/jasa di lingkungan BLUD RSUD Praya maupun beberapa Puskesmas yang lain yang menerapkan pola BLUD.

Dengan kata lain, bahwa sejak tanggal: 22 Maret 2018 sampai dengan bulan Mei 2022 segala pengelolaan keuangan dan proses pengadaan barang/ jasa di lingkungan RSUD Praya dan beberapa puskesmas yang lain yang menerapkan pola BLUD cacat administrasi.

Mengapa bisa dikatakan demikian?, karena Peraturan Presiden nomor: 4 tahun 2015 sebagai rujukan hukum daripada penyusunan Peraturan Bupati nomor: 53 Tahun 2016 sudah tidak berlaku lagi sejak diundangkannya Peraturan Presiden nomor : 16 tahun 2018 tanggal: 22 Maret 2018 tentang pedoman pengadaan barang/ jasa pemerintah, meskipun ada ruang flexibilitas pengelolaan.

Lalu kenapa Dewan Pengawas/ Kabag Hukum tidak memberikan saran atau teguran kepada pengelola BLUD RSUD Praya saat itu untuk melakukan revisi dan atau penyesuaian Perbub nomor: 53 tahun 2016, agar legalitas proses pengadaan barang/ jasa bisa dipertanggungjawabkan secara yuridis?

Lalu kenapa Dewan Pengawas mau menerima honor dari BLUD RSUD Praya, sementara pengelolaannya telah melanggar aturan perundang-undangan?. Bukankah ketika Perbub nomor: 52 tahun 2016 yang nota bene cacat adminitrasi itu dipergunakan dan menimbulkan kerugian negara itu berarti sudah ada tindak pidananya ?

“Atau bukankah tindak pidana korupsi itu diawali dengan adanya cacat/ kesalahan administrasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara?,” ungkap Sahirudin dengan nada tanya.

Di sisi lain, subtansi Perbup nomor: 53 tahun 2016 yang dipergunakan sebagai rujukan pengelolaan pengadaan barang di lingkungan BLUD ada kesan sengaja disembunyikan sebagai salah satu alat bukti hukum dari pantauan publik, agar para pejabat yang terkait dalam pengeloaan BLUD bisa diamankan oleh APH.

Sejak tanggal: 22 Maret 2018 sampai dengan bulan Juni 2022 pelaksanaan pengadaan barang/ jasa dan segala pengelolaan keuangan di BLUD RSUD Praya maupun di beberapa Puskesmas tidak memiliki payung hukum dan atau/cacat administrasi.

“Maka dapat dibayangkan seberapa besar sesungguhnya kerugian negara yang ditimbulkannya dengan adanya kegiatan pengadan barang/ jasa dari tahun 2018 s/d tahun 2022,” imbuhnya.

Fakta lapangan seperti ini harus dimengerti serta dipahami oleh publik dalam upaya menegakkan supremasi hukum di kabupaten Lombok Tengah yang tercinta ini. Agar kita semua melek dengan maraknya dugaan korupsi berjamaah.

Ada yang menarik, bahwa dalam pengeledahan jilid 2 (dua) yang dilakukan Kejaksaan Negeri Lombok Tengah dan diketahui banyak saksi ada uang sejumlah Rp. 10 juta dari oknum rekanan dan 20 setempel perusahaan yang ditemukan oleh penyidik di ruangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BLUD RSUD Praya.

Namun oknum perusahaan yang diduga sebagai pemberi suap senilai Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah) lolos dari jeratan hukum, sementara PPK berikut Bendahara sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Mari kita tunggu potret nyata penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat Kejaksaan Negeri Kabupaten Lombok Tengah dalam menangani kasus BLUD RSUD Praya beserta beberapa Puskesmas.

Masih adakah rasa keadilan di Bumi Tatas Tuhu Trasna ini atau semua hanya sandiwara belaka? Sebab kasus dugaan korupsi BLUD RSUD Praya kini telah bermetamorfosis menjadi kasus penyelewengan dana taktis sehingga hasil temuan kerugian negara oleh inspektorat sebesar Rp 1,7 miliar, sementara tagihan UTD ke RSUD Praya saja Rp 2.8 miliar lebih. (Bersambung)

No More Posts Available.

No more pages to load.