LOMBOKSATU.com – Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Lombok Tengah seakan tidak mau disalahkan soal pengawasan Masjid Agung Praya.
Ketua DMI Lombok Tengah Lendek Jayadi menegaskan, pihaknya tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan pengelolaan keuangan Masjid Agung Praya.
Penegasan itu disampaikan menyusul banyaknya pihak yang beranggapan bahwa keacauan pengelolaan Masjid Agung Praya akibat lemahnya pengawasan DMI.
Menurut Lendek, DMI hanya bertugas melatih managerial pengelolaan masjid. Misalnya seperti yang dilakukan di Masjid Agung Praya beberapa waktu lalu, DMI melatih Takmir masjid menggunakan sistim digital.
Namun dalam hal ini DMI hanya bertugas melatih, sedangkan penerapannya tergantung Takmir masjid. Dengan kata lain, tidak ada kewajiban bagi Takmir Masjid untuk menggunakan ilmu yang telah diberikan.
“Mau dipakai atau tidak, terserah,” kata Lendek via handphone, Minggu (16/04/2023).
Sedangkan untuk pengawasan keuangan ataupun pembanguna fisik Masjid Agung Praya, bukan menjadi urusan DMI. Semua itu merupakan urusan dari Bupati Lombok Tengah selaku pihak yang mengeluarkan SK pengurus Masjid Agung Praya.
“Pengurus Masjid Agung Praya di SK kan Bupati. Itu kewenangan Pak Bupati. Kalau DMI di SK kan oleh PW DMI Provinsi,” terangnya.
Sehingga menurutnya salah besar jika ada pihak yang menyalahkan DMI dalam persoalan ini. Untuk itu ia berharap kepada semua lapisan masyarakat agar tidak terlalu cepat menyimpulkan dan menyalahkan DMI sebelum mengetahui secara pasti apa saja tugas dan kewenangannya.
“Jangan asal menyalahkan. Pelajari dulu baru dikomentari,” ujarnnya. Namun penjelasan Ketua DMI Lombok Tengah tersebut dinilai sangat membingungkan.
Tokoh muda Lombok Tengah, M.Irpan mengatakan, sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk memakmurkan masjid, DMI seharusnya memiliki kewenangan untuk mengawasi setiap kegiatan di masjid, tidak terkecuali tatakelola keuangannya.
Karena bagaimanapun juga, baik buruknya tata kelola keuangan masjid akan mempengaruhi pelayanan di masjid itu sendiri, bahkan bisa mempengaruhi pelaksanaan ibadah.
“Penjelasan Ketua DMI Lombok Tengah sangat tidak masuk akal. Misalnya kalau dana dikorupsi, masjid bocor sehingga ibadah jamaah terganggu, apa mungkin DMI tidak bisa mengawasi paling tidak memberikan teguran. Padahal tugas mereka kan memakmurkan masjid,” kata Irpan.
Begitu juga pernyataan tidak adanya keharusan bagi masjid untuk menjalankan program yang diberikan DMI, menurutnya sangat mengada ada. Karena itu kata dia, sebagai organisasi nasional, DMI memiliki kewenangan mutlak, sehingga apa yang dijalankan harus diikuti oleh pengurus masjid.
Contoh kecil pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Saat MUI memberikan fatwa haram memakan babi, maka fatwa itu tidak boleh dilanggar. Karena lembaga itu telah diberikan kewenangan penuh oleh negara.
Terlebih program program yang dijalankan DMI selama ini dibiayai negara. Sehingga sangat disayangkan jika pelaksanaanya tidak maksimal.
“Kok bisa DMI mengatakan program pelatihan bisa dijalankan atau tidak terserah panitia masjid. MUI saja tidak pernah mengatakan makan babi haram tapi terserah umat Muslim. Saya heran logika berpikirnya dimana ya,” kata Irpan, Senin (17/04/2023).
Pihaknya menduga pernyataan tersebut hanya alasan atau upaya DMI untuk lari dari polemik Masjid Agung Praya.
Terkait hal itu pihaknya mengaku siap berdebat degan para pengurus DMI Lombok Tengah. Dan pihaknya memastikan bahwa pernyataan tersebut keliru dan menyesatkan.
“Biar begini saya juga pengurus masjid. Saya tahu seluk beluk masjid dan tugas masing-masing lembaga yang ada di dalamnya. Jadi kalau berani tentukan waktunya kita debat, bila perlu di lapangan umum sekalipun saya siap,” tegasnya.
Karenanya pihaknya berharap agar DMI tidak membuat statement konyol seperti ini karena dikhawatirkan bisa menyesatkan umat. (Dar)