Soal Proyek Gedung Mapolres Loteng, Sejumlah Pejabat Mulai Terindikasi “Cuci Tangan”

oleh -4.489 views
Gedung Mapolres Loteng yang masih dalam tahap pembangunan
Gedung Mapolres Loteng yang masih dalam tahap pembangunan

POLEMIK proyek pembangunan gedung Mapolres Lombok Tengah (Loteng) masih belum terurai. Para pejabat yang terlibat terindikasi sudah mulai mau “cuci tangan” dengan mengembalikan semuanya kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Oleh: DARWIS – Lombok Tengah

Pengerjaan suatu proyek pemerintah membutuhkan proses yang cukup rumit dan melibatkan banyak pihak. Termasuk di dalamnya para pejabat pemerintahan, memiliki peran dan tanggungjawab masing-masing dalam mengawal jalannya pengerjaan proyek.

Jika pengerjaannya berjalan mulus, maka akan menjadi prestasi tersendiri bagi pejabat yang bersangkutan. Sayangnya, jika ada persoalan, apalagi menyangkut hukum, tidak jarang mereka justru saling lempar tanggung jawab.

Kondisi inilah yang diduga terjadi pada proyek pembangunan gedung Mapolres Lombok Tengah. Satu persatu, para pejabat yang terlibat dalam proyek tersebut diduga mulai “angkat tangan”.

Untuk proyek Mapolres Lombok Tengah, salah satu pihak yang harus menanggung beban lebih yakni PPK dalam hal ini Kabid Cipta Karya Dinas PUPR.

Segala dugaan kesalahan dan tanggungjawab dibebankan pada PPK. Tidak hanya oleh masyarakat, beban juga ditimpakan oleh rekan-rekannya sesama tim pelaksana proyek. Termasuk mantan Kepala Dinas PUPR Lombok Tengah ikut meminta pertanggungjawaban PPK.

Kepada wartawan beberapa waktu lalu, mantan Kadis PUPR Lalu Firman mengungkapkan, semua persoalan yang berkaitan dengan hal teknis pengerjaan gedung Mapolres sepenuhnya merupakan tanggungjawab PPK.

Adapun kapasitasnya sebagai Kepala Dinas PUPR saat itu, ia mengaku hanya sebagai juru bayar. Itu pun dilakukan setelah melalui persetujuan PPK.

Gedung mapolres loteng
Salah satu bagian dari pembangunan gedung Mapolres Loteng

Namun demikian, Firman meyakini PPK sudah bekerja dengan baik. Kalau soal adanya penurunan spesifikasi atap gedung Mapolres, ia yakin sudah melalui kajian teknis yang matang.

Menurut Firman, persoalan seperti ini sudah biasa dalam pengerjaan proyek. Seperti yang terjadi pada proyek gedung Mapolres, diberlakukan contract change order (CCO), yakni revisi atau perubahan perencanaan awal pada proyek konstruksi yang dikondisikan dengan keadaan di lapangan.

Hal ini memungkinkan adanya perubahan, termasuk di dalamnya spesifikasi material dan lainnya yang disebabkan adanya beberapa pekerjaan dalam gambar yang tidak tercantum dalam RAB.

Polemik yang terjadi saat ini, menurutnya hanya perbedaan pemahaman aturan saja. Sehingga apa yang dilakukan saat ini, diyakni sudah sesuai aturan. Namun jika di kemudian hari ada persoalan, tentu merupakaan tanggungjawab penuh PPK.

Namun jawaban tersebut, masih belum mampu meredam polemik saat ini. Para kontraktor yang tergabung dalam Gabungan Penyedia Jasa Konstruksi (GAPENSI) Lombok Tengah merasa jawaban Lalu Firman ngambang.

Sampai saat ini mereka masih menuntut adanya aturan tertulis yang memperbolehkan penurunan spesifikasi material gedung Mapolres.

Untuk memperoleh kepastian aturan yang dimaksud, wartawan kemudian meminta penjelasan dari salah seorang tim teknis gedung Mapolres Lombok Tengah M Sarjan. Sayangnya, pejabat dengan jam terbang tinggi itu ternyata “angkat tangan”.

Bukannya memberikan penjelasan dengan baik, Sarjan justru memilih menghindar. Sarjan beralasan, dalam proyek ini, pihaknya dan seluruh tim teknis lainnya tidak memiliki kewenangan mengomentari persoalan ini. Karena, ia dan tim lainnya hanya bawahan dan bekerja berdasarkan perintah PPK.

Selanjutnya, wartawan kembali berusaha meminta penjelasan dari beberapa pejabat teknis lainnya.

Dalam satu pertemuan dengan beberapa pejabat Bagian Administrasi Pembangunan Setda Kabupaten Lombok Tengah, wartawan berusaha mencari tahu seperti apa mekanisme dan aturan perihal penurunan spesifikasi yang dimaksud.

Namun semua itu ternyata sia-sia. Bukannya mendapat kejelasan, pertemuan tersebut justru berubah layaknya ajang curhat. Mereka mengaku bingung dengan cara kerja di proyek gedung Mapolres Lombok Tengah.

Mereka mengaku tidak habis pikir kenapa PPK berani menurunkan spesifikasi atap gedung tersebut. Padahal kata mereka, sampai saat ini tidak ada satu pun aturan tertulis yang membenarkan hal itu. Mereka pun berpendapat bahwa proyek ini sudah salah dari awal.

Anehnya lagi, salah seorang pejabat teknis proyek tersebut yang diminta penjelasan seputar aturan perubahan spesifokasi mengaku masih mencari aturan yang dimaksud.

Jawaban tersebut menurut mereka sangat aneh. Karena berbagai aturan seharusnya dibahas dari awal, bukan malah dicari saat proyek sudah mulai dikerjakan.

“Kami juga bingun kenapa baru sekarang cari aturan, seharusnya dari awal semuanya sudah beres,” tutur mereka dengan wajah yang terlihat kebingungan.

Celakanya lagi, mereka menuturkan bahwa dalam rapat evaluasi yang digelar beberapa waktu lalu, konsultan pengawas proyek tersebut justeru menelanjangi kontraktor dan para pihak terkait lainnya. Konsultan pengawas membeberkan bahwa management kontraktor selaku pemenang tender amburadul. Baik masalah pengerjaan ataupun keuangan, nyaris tidak terkontrol dengan baik.

Kendati demikian mereka menyarankan agar PPK segera mencari solusi terbaik. Jika persoalan hukum bisa dihindari dengan pembongkaran atap, alangkah baiknya segera dilakukan.

Namun dari sekian banyak penjelasan yang dihimpun wartawan, yang mengherankan adalah penjelasan Asisten II bidang pembangunan, H. Masnun.

Pejabat senior itu mengaku ragu mengomentari persoalan proyek gedung Mapolres, karena masih banyak aturan yang belum dipahaminya. “Saya tidak pernah baca aturan secara detail,” kata Masnun.

Hanya saja informasi yang ia terima, penurunan spesifikasi pada pembangunan gedung tersebut sudah melalui kajian dari tim teknis. Adapun isi dari kajian yang dimaksud, ia mengaku kurang paham. Ia kemudian melempar persoalan ini kepada di dinas PUPR.

“Coba hubungi PPK-nya pak Sopo atau PPTK-nya, pasti dia bisa memberikan jawaban terhadap hal tersebut,” kata Masnun.

Sementara itu Ketua Komisi III DPRD Lombok Tengah, Andi Mardan yang dimintai tanggapannya mengaku belum mengecek pengerjaan proyek tersebut.

Begitu juga beberapa anggota dewan lain mengatakan hal yang sama. Bahkan ada di antaranya enggan mengomentari persoalan ini lantaran memiliki kaitan yang erat dengan kepolisian.

Humas Gapensi Loteng M Irpan
Humas Gapensi Loteng M Irpan

Sementara itu Humas Gapensi, M Irpan berpendapat, cara berpikir para pejabat Pemkab Lombok Tengah dalam menyikapi persoalan pembangunan gedung Mapolres, semakin menguatkan dugaan korupsi di dalamnya.

Menurutnya, narasi yang dibangun saat ini sudah sangat kacau. Penjelasan Sekda mengenai adanya CCO misalnya, sangat fatal. Jawaban tersebut kata Irpan, tidak seharusnya dilontarkan oleh Sekda yang notabene merupakan mantan kepala Dinas PUPR.

Diakuinya, pemberian CCO dalam pengerjaan konstruksi memang diperbolehkan. Hanya saja, jenis pekerjaan yang bisa di CCO tidak bisa sembarangan.

Misalnya, jika ada item pekerjaan dalam gambar yang tidak ada di RAB, proses CCO bisa dilakukan jika pekerjaan tersebut berpengaruh pada struktur atau fungsi bangunan.

Namun untuk proyek gedung Mapolres Lombok Tengah menurutnya, CCO tidak bisa dilakukan. Sebab perubahan spesifikasi atap gedung yang dilakukan kontraktor saat ini bukan untuk menanggulangi pekerjaan struktur, melainkan hanya ornamen berupa teras yang tidak terlalu penting.

Selain melakukan CCO pekerjaan yang keliru, Dinas PUPR justeru membiarkan pihak kontraktor menurunkan spesifikasi atap yang fungsinya sangat vital.

Sementara dari seluruh aturan yang ada, tidak ada satupun yang membenarkan penurunan spack seperti yang terjadi di gedung Mapolres Lombok Tengah.

Terkait hal itu, atas nama pribadi maupun lembaga GAPENSI, pihaknya kembali menantang pemerintah daerah, kontraktor, dan para pihak terkait lainnya untuk manunjukkan aturan yang dimaksud tersebut.

“Mari undang GAPENSI, kita debat terbuka. Bahkan perlu di ruang terbuka dengan ditonton banyak orang kami siap. Silahkan datangkan pakar yang paling kaliber sekalipun, kami siap meladeni,” tantang Irpan.

Lagi pula kata Irpan, hal terpenting dalam proses audit nantinya adalah RAB. Menurutnya, dalam melakukan audit, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selalu mengacu pada RAB bukan gambar.

Jika dalam prakteknya kontraktor tidak mengikuti gambar karena tidak tercantum dalam RAB, menurutnya tidak ada persoalan. Sebaliknya jika ada pekerjaan dalam RAB yang tidak dikerjakan, justeru akan berakibat fatal.

Untuk gedung Mapolres, pembuatan kanopi teras yang menjadi alasan penurunan spack atap, seharusnya tidak dikerjakan. Karena selain tidak mengganggu fungsi gedung, item pekerjaan tersebut juga tidak ada dalam RAB.

Namun yang terjadi justeru sebaliknya menurunkan kualitas struktur inti hanya untuk mengerjakan ornamen teras yang menurutnya tidak terlalu penting.

Memang lanjut Irpan, keberadan kanopi teras di gedung tersebut sedikit mengurangi estetika. Namun perlu diingat, tanpa itu juga gedung Mapolres menurutnya masih bisa difungsikan.

Secara pribadi pihaknya mengaku prihatin dengan persoalan di proyek gedung Mapolres Lombok Tengah. Menurutnya, tidak seharusnya para pejabat di Lombok Tengah hanya menyalahkan PPK.

Secara tekhnis, pengerjaan di lapangan memang tanggungjawab PPK. Namun kata Irpan, dalam proses pengerjaan konstruksi, semua pihak yang terlibat di dalamnya memiliki keterkaitan satu sama lain. Sehingga tidak boleh ada satu pihak melimpahkan kesalaha kepada satu pihak saja.

Yang lebih memprihatinkan lagi, persoalan pembangunan gedung Mapolres ini akan lebih banyak mengorbankan pejabat Lombok Tengah. Sementara pihak kontraktor yang notabene orang luar daerah bisa saja lari dari tanggungjawab.

Untuk itu sebelum semuanya terlambat, pihaknya berharap agar PPK segera memerintahkan pembongkaran atap dan membayar sesuai volume pekerjaan.

“Sebagai saudara maupun sahabat, kami dari GAPENSI meminta PPK berpikir lebih jernih dalam menyikapi persoalan ini. Pilihannya hanya dua, bongkar atap atau masuk penjara,” pungkasnya.

Sementara pihak PPK sampai saat ini, lebih memilih irit bicara soal polemik tersebut.